Rabu, 14 Juli 2010

BAU,BAU,BAU

Terinjak, dibawah dan diremehkan
Tapi dibutuhkan
Terkapar…
Terabaikan…
Bau … segala macam bau dan bau
Ruang gerak yang sempit
Hanya sebesar persegi panjang
Tergeletak dilantai yang dingin
Sendiri ditengah derap kaki
Yang tak pernah peduli

Kaki..kaki yang tak aku kenal
Menginjak..
Tak pernah peduli

Untung semua hanya mimpi kelam dalam malam buta
Bau..bau dan bau…
Aku bermimpi
Tak ingin kualami
Semalam
Wajahku
Menjadi
Keset..
FAKTA DAN ILUSI AGAMA

Mereka berteriak…
Menggunakan Namamu
Berparaskan alim nan bringas
Mereka mencaci atas nama Dirimu
Mereka mengutuki
Padahal mereka tak mengetahui
Mereka bilang hanya Engkau yang berkuasa
Tapi mereka sendiri menyianyiakan kekuasaan yang Engkau berikan
Pilar..pilar agama
Hanya ornamen dan anekdot belaka
Kata mereka
Engkau adalah tujuan
Tujuan untuk apa?
Mereka bahkan tak punya tujuan
Lantas mereka gunakan Namamu
Sebagai tameng dan alasan
Sungguh menyedihkan..
Tuhanku…
Aku tak tahu mana yang benar atau yang salah..
Mereka menuduhku tukang sihir tak beragama
Mereka menyangka aku vampire dan sejenisnya
Hahahahaha
Aku hanya ingin tertawa mendengarnya…
Tuduhan itu terdengar menggelitik perut
Tapi mereka yakin
Aku tak beragama dan tak berperasaan
Sebut saja “iya” agar mereka yakin
Atas diriku
Dan ketidaktahuan mereka
Hanya Engkau yang tahu siapa dan apa
Bagaimana diriku
Ini rahasia antara aku dan Engkau
Ini jalanku !
Engkau Tuhanku.
Biarkan…
Walau jalanku sepi tanpa ada yang mengikuti
Tapi inilah caraku
Menemukan Engkau
Bahkan ditempat yang tak akan mereka duga
Hanya Engkau..

Rabu, 07 April 2010

************************dilanjutkan*************************

Ketika penaku mulai terasa gatal, jutaan kata berdesakkan meluncur. Memaksa,berjubel-jubel bahkan kadang tertahan untuk dikeluarkan. Lihatlah sekarang ! bisakah kau melihatnya? Oh… membosankan ! tapi inilah tulisanku. Sesuatu yang membuatku kadang merasa berharga dalam dunia yang kuanggap murahan. Ayolah, ada yang lebih penting dari ini, itu pasti fikirmu. Aku hanya ingin sedikit berbagi disini. Kejujuran. Point itu sangat didambakan sekaligus dibenci. Dilematis bukan ? aku hanya ingin mencoba jujur. Ya.. aku bicara padamu, ingin bicara. Dengarkan ! kau tidak mau? Baiklah kalau begitu, luangkan sedikit saja, sedikit saja aku mohon… dengarkan segelintir kata-kataku. Aku bersumpah ini bukan rayuan ! kau tidak akan jijik, percayalah.

**************************************************************************************


Kau tahu? Aku mencintai duniaku. Aku suka menulis. Sederhana bukan? Aku tak butuh pembaca, namun aku butuh dirimu untuk menilai. Aku hanya menulis sekehendak pena dan fikiranku. Aku tak punya tujuan yang jelas dalam hal ini. Aku hanya ingin merasa lebih baik. Ya… merasa lebih baik ! aku selalu mendapatkannya sesusai menulis. Namun aku hanya manusia biasa, setelah menulis aku sering berfikir bahwasannya ideku yang sesungguhnya belum tertuliskan. Itu memang benar ! aku merasa kesempatan untuk menuliskannya sangat irreversible. Entahlah ! aku yakin kau bingung ! aku yang menulis pun lebih bingung !

**************************************************************************************

Orang yang teramat perasa sering sekali khawatir. Khawatir tak dapat merasakan apa yang dirasa orang lain. Sebliknya, orang yang tak perasa biasanya jarang khawatir dan hidupnya selalu bahagia. Apa yang perlu dikhawatirkan didunia ini selain diri sendiri? Aku tak ingin memaksa siapapun, begitu pula sebaliknya. Aku hanya ingin semua orang bahagia. Namun kadar bahagia setiap orang berbeda. Jadi .. simpulkanlah sendiri. Aku tak peduli.

*************************************************************************************

Jangan menyuruh seseorang untuk menangis. Suruhlah orang itu tidur. Siapa tahu dalam mimpi ia menangis.

*************************************************************************************

Bacakanlah dongeng untuk anak TK, bacakanlah roman untuk para remaja. Namun jangan bacakan apapun untuk orang tuli. Suruhlah ia membaca sendiri. Biarkan ia mendengar suara hatinya dalam dunia yang senyap.


*************************************************************************************
Ketika kau dipilih menjadi manusia, kau telah dengan muluk berjanji. Simaklah janjimu sendiri.

1. Aku akan taat pada Tuhanku.
2. Aku akan menerima dan menyeimbangkan akal,perasaan dan hawa nafsu.
3. Aku akan hidup untuk menjadi pemimpin.
4. Aku akan belajar dan menimba ilmu.
5. Aku akan kembali pada Tuhanku dengan banyak bekal.

Aduh… rasa-rasanya kau belum genap melakukan semuanya. Benar kan? Tentu saja benar. Terserah aku mau menyebutnya benar atau salah. Ini tulisanku, tolonglah jangan perotes walau kau tak setuju. Manut saja-lah. Itu akan membuatku bahagia sebagai penulis amatir yang ingin disebut logis.

************************************************************************************


Manusia itu apa? Apa itu manusia? Ingin tahu hakikatnya saja aku bisa mendapat berjubel jawaban yang semuanya membuatku pusing. Hanya soal manusia saja takan habis dibahas dalam satu malam. Hanya definisinya saja perlu dirundingkan dan diperdebatkan. Selalu saja seperti itu. Manusia? Tidak bisakah sepakat dalam satu hal tanpa cekcok?

************************************************************************************
Jikalau Tuhan mau aku terlahir tanpa kaki, Ia bisa melakukannya. Jikalau aku berkehendak tak ingin memiliki kaki, maka Ia takan melarang. Aku berhasrat mengejar sesuatu, Ia akan berhenti didepanku dan menawarkan pesawat jet. Ketika aku menjerit kesakitan,Ia hadir mengusir sakit itu. Ketika aku kesepian aku membayangkan kasih-Nya, Ia melipur kesepian itu dengan mengirimiku berbagai macam bingkisan kebahagiaan. Pada suatu ketika aku merasa kosong, Ia menyesakiku dengan cinta. Ia selalu ada disamping, sekitar, sekeliling dan seluruh diseluruh fragmen-fragmen hidupku. Sebenarnya aku tak pantas menerima kebaikan-Nya itu. Hingga aku bertanya-tanya, “mengapa Tuhan begitu baik?’’…

Kalian tahu jawabannya…

************************************dilanjutkan*****************************************

Senin, 22 Februari 2010

Noctah kedua (kisah kiasan)

TERTAMPAR KENYATAAN

Aku sedih dan gelisah. Keduanya berkecamuk hebat dalam dadaku, aku merasa hilang. Semuanya tampak buruk, bahkan bantal pun memusuhiku. Aku, hanya aku sendiri. Sepi dan membosankan. Kupandangi kaca, wajah itu murung, matanya terasa berat untuk dibuka. Itu aku ! Tiba-tiba saja seluruh ingatan itu menyergapku, aku terjebak didalamnya. Aku melihat sepupuku yang dipasung, dia menjerit-jerit. Setiap sore aku memberinya makanan. Diruang gelap nan sempit dan kumuh itu ia ditempatkan. Lalu tiba-tiba, aku melihat teman sekelasku. Ia telah berada dikelas ini sejak tahun lalu. Matanya yang bulat menunjukkan hati yang masih lugu, menentang keegoisan waktu. Waktu yang membuat tubuhnya bertumbuh namun jiwanya tetap anak-anak.
Kemudian aku dihantam bayangan lain. Pamanku ! rambut dan janggutnya memutih, serta tubuhnya kurus tak berdaging. Ia berbaring, tergeletak disana, dilantai dingin itu ia berserakan bersama seluruh kitab-kitab yang dipelajarinya. 27 tahun umurnya dihabiskan untuk mengeruk ilmu hingga sebelah matanya buta. Ia takan bicara bila tak penting. Dia mengerang, bahu sebelah kanannya naik. Sebelah paru-parunya telah rusak dan berlubang. Namun ia tetap berkeras untuk terus belajar, meski bernafaspun sulit untuk dilakukannya.
Aku terdiam dalam ingatanku. Aku meleleh membayangkan mereka bertiga. Aku tersentak, tenggorokanku kering, aku tak dapat merasakan mataku. Hening…gelap.. hanya aku sendiri.
Aku merasakan getaran itu, getaran yang begitu kuat. Aku seolah pernah mengenalnya. Perlahan aku kembali merasakan mataku. Aura itu, bau khas itu, aku memang mengenalnya. Namun apa ? aku tak bisa mengingatnya. Aku kaku, kupandangi kiri kanan. Kucari sumbernya, aura itu terasa semakin berat dan dekat. Aku waspada. Dalam gelap dan dingin aku mencoba meraba cahaya. Aura itu betambah kuat berkali lipat. Aku panik dan takut. Aku menyembunyikan tubuhku dipojok dinding. Namun aura itu mendesakku. Aku maju beberapa langkah ketengan ruangan. Tiba-tiba otakku seperti diketuk oleh sebongkah batu. Akhirnya pecah dan terbuka. Aku ingat. Itu adalah getaran ilmu, aura itu adalah aura pemikir dan bau khas itu adalah bau dari keringat para pemikir yang dahaga akan pengetahuan.
Aku tersadar, meski mataku redup aku bisa melihat beberapa orang bejubah mengelilingiku. Mereka membentuk lingkaran, aku sebagai sumbunya. Sunyi….. mereka hanya memandangiku. Aku terpaku. Jubah mereka,janggut dan rambut putih mereka, sorban putih yang membelit kepala mereka, serta beribu buku yang terhampar dibelakang mereka. Aku takjub !
Gemetar, aku merasa buih-buih halus mulai berjatuhan dikedua pipiku. Aku tahu siapa mereka. Dua belas orang tua ini, aku tahu. Aku kenal mereka dengan baik lewat labirin-labirin buku. Ingin sekali aku menyapa mereka, namun tenggorokanku gersang layaknya sahara disiang hari.
Mereka, kedua belas orang tua ini adalah pelita dunia. Mereka ialah para cendikiawan Timur yang genius. Aku sungguh mengenal mereka, terutama yang ditengah. Orang tua ini, yang sedang berhadapan langsung denganku adalah Ibnu Sina (Avicenna), pemimpin para Syekh dan dokter ternama selama tiga abad. Dialah penanam sekaligus pembaharu berbagai faham dalam dunia medis yang sekarang diterapkan di Eropa. Avicenna adalah orang kedua yang aku kagumi. Semua bayangan maya ini terasa nyata bagi orang yang sedang bingung. Tergantung antara langit dan bumi.
Tubuhku ada disini,
tapi hatiku jauh disana.
Didasar tempat tidur.
Ditempat yang tak bisa dijangkau
Siapapun
Mataku melihat, tapi
hatiku memalingkan wajahnya.
Al-Idris, ia melantunkan
Sebuah syair
Menyayat ..
Merobek
Mengiris
Hati yang terluka mendengarnya.
Terukir disana.
Diatas sesuatu yang tak tesentuh nampan cahaya.

Jumat, 19 Februari 2010

FIKIRAN TERLINTAS




Kata-kata tak penting bagiku, harta tak berguna. Rupa hanya sementara tak penting sama sekali. Tak ada dunia penting yang akan membuat diriku penting.

*********************************************************************************

Tahukah kau bahwa aku, ingin kau kembali dalam percikan embun dan buaian rumput. Teringat masa lalu hanya membuatku semakin jatuh dan terpuruk kedalam parit kesia-siaan.

*********************************************************************************
Ingin menangkap ikan namun tanpa jala. Ingin menjaring kerang namun tiada daya. ingin bernyayi tapi tak bersuara. Ingin hening dalam taman rekreasi. Mustahil !!! berfikir tiada otak ! berjalan tiada kaki, aaah.. tapi mungkin jua. Apanya yang mungkin ? semua berkemungkinan untuk mungkin. Tak berotak jua namun bernaluri, lebih berarti bukan ? hanya diampun takan apa. Nantinya datang jua. Takdir dan Tuhan itu ada.

**********************************************************************************
Gigi dan mulut bercerita ria, mata dan halis saling bersua. Aku menonton, melihat, memperhatikan juga mengawasi. Hanya ingin tahu sebenarnya. Aku yang empunya. Aku yang berkuasa. Tapi tak tahu dan bingung dengan mereka yang ku kuasai. Hanya setitik air pun sudah buatku kaku dan bersedih. Apa yang sebenarnya. Bahkan aku tak tahu apa yang benar dan benar-benar serta ada benar apa yang benar itu apa benar ?

***********************************************************************************
Tolong aku ! selamatkan aku ! nadamu mengancam dan mencekam. Aku menoleh, sedikit iba dan berjuta muak. Pantaskah kau? Aku tolong? Mestinya tidak. Apa pengaruhmu bagiku ? kita dilahirkan ke dunia ini sendiri, tak perlulah sekarang kau meminta bantuanku. Jangan pandang aku seperti itu ! aku tak akan menolongmu. Singkirkan mata memelas itu ! aku hanya orang tua renta yang juga tak ditolong siapapun. Terasing dan tidak diacuhkan dunia.

************************************************************************************
Aku ingin menceritakan sebuah kisah lucu dan jenaka dari negeri yang tak pernah ada. Tapi tiba-tiba aku tertawa, kalin memandang. Heran ! aku tambah geli. Kalian tambah heran. Aku kembali meledak dalam tawa, kalian tercebur dalam kebingungan. Aku girang dan tambah terbahak. Kalian menyipitkan mata. Benar-benar bingung dan heran !

*************************************************************************************
Suara itu meraung-raung. Mataku terpejam, aku hanya sedang bosan, sungguh ! dunia hari ini begitu menyebalkan, entah apa yang terjadi padanya. Yang nyata dan fatamorgana semuanya sama. Begitu membosankan. Ingin rasanya aku buang semua ini ke tong sampah, supaya habis dimakan tikus atau keropos dikunyah rayap. Apapun itu, rasanya aku sudah tak peduli. Semua hal di dunia ini sudah tak mengena lagi dihatiku. Aku seperti sudah terlalu tua untuk dunia ini. Aku tidak dalam jalur itu lagi. Aku memutuskan untuk keluar. Menyimpang. Aku ingin menemukan apa yang kucari. Tapi kini aku tersesat dalam dunia yang begitu sempit. Ingin aku menyumpahi semua orang. Menggulung-gulung tubuh mereka dan menjadikannya lipatan perkamen agar anak-anak bisa menulis dan menggambar.
Tapi sekarang aku disini, didalam sini. Memuakkan ! bahkan sesekali aku tak ingin berpaling walau untuk sekedar melihat kesamping. Tak ada gunanya. Akan seperti itu juga yang terlihat. Hanya dalam mimpi, kutemukan dunia yang begitu luas, didalamnya aku hanya seorang anak kecil. Anak kecil yang meminum bergelas-gelas anggur dan tidur diatas kasur empuk awan. Oh ! begitu indahnya. Namun semua itu hancur mendadak. Sang raja hari dengan tak sabar mengetuk pintuku dan memaksaku bangun dengan kilauan cahanya. Tuhan …. Aku tak ingin bangun… aku ingin disini… izinkan aku… tolonglah..
Namun waktu seperti pisau yang diputar dengan sudut 360 dan dengan kecepatan melebihi cahaya. Aku enggan menyentuhnya. Aku hanya berharap ia mau sedikit berbaik hati, memberiku sedikit kelonggaran di dunia yang sesak sempit ini. Menurut takaran manusia normal, aku masih muda. Tapi , entahlah ! aku sudah lelah dan merasa sangat tua dalam dunia yang membosankan ini !

************************************************************************************
Ketika dirimu tertidur, tangan Tuhan menggapai keningmu, membelai untaian rambutmu dan menyejukkan mata dinginmu. Ketika dirimu berjalan dalam gelap, Tuhan hadir sebagai berkas cahaya yang menjalari kakimu agar tetap berjalan lurus. Ia selalu dan tepat seperti apa yang kau fikirkan.

*************************************************************************************

Jangan kau pedulikan kata orang, menulis adalah hidup dan hak mu. Jangan khawatir !
Orang-orang bodoh yang menjelekkan tulisanmu sebenarnya sedang memandangi refleksi mereka sendiri. Tak ada yang salah dalam menulis. Sekalipun kata-katamu rancu tak berpola. Tapi kau tetap dirimu sendiri. Tulisan itu milikmu seluruhnya. Tak usah risau dengan kritikan, anggap saja itu hanya kubangan lumpur di jalan becek. Namun ingat satu hal, pembaca bukanlah tanggung jawabmu, meski kau membutuhkan dengan sangat. Mereka lepas dari lingkaran atau tidak itu bukan masalahmu.

*************************************************************************************
Terkadang, apa yang kita inginkan adalah hal yang paling kita hindari. Cobalah !

*************************************************************************************
Jika seandainya kau tahu lebih awal. Aku bersumpah kau takan mau terlahir ke dunia ini. Seandainya kau tahu lebih awal,kau akan minta banyak perubahan disini. Kalau kau tahu lebih awal, kau akan memelas pada Tuhan. Jika kau tahu lebih awal,maka kau ingin mengatur semuanya sendiri. Sadarkah ? kita selalu ingin tahu lebih awal. Jikalau kau tahu lebih awal, dunia ini takan menarik lagi.

*************************************************************************************
Hey kalian ! Coba kemari sebentar !
Ya… kesini, coba menepi sebentar.
Apakah kau punya waktu ?
Ayolah…
Sebentar saja.
Dengarkan ini…
Bisakah kau mendengarnya?
Cobalah…. dengarkan.
Kemari sebentar…
Tahan matamu disini.
Hingga kalimat terakhirku usai.


************************dilanjutkan****************************************************

Kamis, 18 Februari 2010

My first noctah

YANG TERLUPAKAN
Aku tak menyangka ! dibalik gubuk tua yang disebut sarang setan itu tersembunyi sesuatu yang menyedihkan. Ternyata, dibalik gubuk tua itu terduduk seorang pria malang yang dipasung kakinya. Wajahnya kumal, pakaiannya lusuh, badannya kotor, kurus kering kerontang. Sungguh sebuah anomaly yang seharusnya tak pernah terjadi dizaman ini. Aku tak sanggup melihat pemandangan ini.
Sebenarnya aku tak diizinkan masuk ke gubuk ini, tapi aku terlanjur melihatnya. Pria malang itu memegang dua buah kain sarung, matanya jernih layaknya anak kecil tak berdosa. Aku tahu semuanya, aku tahu pria malang ini adalah orang yang memiliki keterbelakangan mental. Ia diasingkan keluarganya karena dianggap sebagai aib. Sungguh kejam !
Tidakkah mereka tahu bahwa keluarga itu berharga, bahkan lebih berharga dari harta. Keluarga adalah manusia-manusia satu keturunan yang terhubung oleh ikatan cinta dan kasih sayang. Tahukah mereka? Ingin rasanya aku membuka pasungan dikaki pria malang yang usianya tidak terlalu jauh diatasku itu. Tapi aku tak bisa !
Orang-orang jahat yang menyiksanya adalah orang yang taat pada agama. Akan tetapi bagiku, mereka tak lebih dari orang ateis. Perlu kalian ketahui bahwa cerita-cerita seram tentang gubuk tua itu hanya rekaan mereka semata. Tujuannya agar tak banyak orang yang tahu tentang pria malang itu. Ingin rasanya aku mengutuk orang-orang jahat itu menjadi batu sperti cerita Malin Kundang. Tapi sungguh… aku tak kuasa melakukannya. Yang bisa kulakukan hanyalah secara sembunyi-sembunyi memberi makan pada pria malang itu. Aku akan langsung meleleh melihat tatapannya. Aku merasa tersayat, meskipun bukan aku yang dipasung. Hatiku sedih dan geram sekaligus.
Aku berharap mereka tak pernah tau aku sering memberikan makanan padanya. Mereka takan senang bila mengetahui hal itu. Entahlah ! kurasa orang-orang jahat itu memang berniat membunuhnya. Mereka kejam dan tak berperikemanusiaan. Mereka tak mengerti akan hakikat seorang manusia. Namun, aku tak bisa lakukan apapun yang lebih berarti. Aku hanya anak kecil berusia 14 tahun, aku tak berdaya dan dan tak sanggup berbuat banyak.
Aku…., aku saksi pengasingan dan penyiksaan orang cacat selama bertahun-tahun. Semilir angin barat yang dingin menusuk kalbu, meniup mesra mataku hingga berair. Pria malang itu kini telah meninggal. Tuhan tak berkehendak ia menderita terlalu larut. Bulan Desember ysng sendu menguburnya bersama jutaan sesal yang terpendam dalam hatiku.
‘Tuhan… maafkanlah aku yang tak bisa menolong kakak sepupuku sendiri”.

Selasa, 16 Februari 2010

Blog ini saya buat khusus untuk menuliskan noctah-noctah. Berkaitan dengan itu, saya sangat tertarik pada dunia tulis menulis (sastra). Berbicara tentang sastra, banyak prespektif yang menilai bidang ini dengan penuh kagum atau rasa jijik. Bagi saya, sastra bukan sekedar untuk dikagumi atau dicaci maki. Sastra adalah jalan untuk menyalurkan inspirasi dan seluruh ciptaan otak kita kedalam rangkaian kata. Sastra bukan raja yang duduk diatas singgasananya yang egois, sastra turun ke jalanan menyapa setip orang yang mau menerima kehadirannya. Meski dunia sastra kini telah bercampur dengan polutan uang dan diboncengi politik, namun sastra tetaplah sastra. Ia terikat dengan kehidupan kita, sadar atau tidak. Sastra dalam diri setiap seseorang pada dasarnya memiliki perbedaan dan persamaan satu sama lain, semua itu jelas. Ragam perbedaan dan persamaan prespektif mengenai sastra membuatnya benar-benar kaya. Sastra adalah ajang untuk bersenang-senang dengan kata-kata, meramunya dan membuatnya terasa benar mengena dihati. Jangan takut untuk bergagasan, jangan takut untuk menuliskannya. Tak perlulah pedulikan kata orang. Menulis adalah hidup dan hak-mu. jangan khawatir ! Orang-orang bodoh yang biasa mencaci karya tulisan seseorang sesungguhnya tengah menilai kadar kebodohan diri mereka sendiri. Sungguh, tak ada yang salah dengan menulis ! Sekalipun kata-katamu rancu dan tak berpola. Tapi kau tetap dirimu sendiri dan tulisan itu seluruhnya milikmu. Tak usah risau dengan kritikan, anggap saja itu hanya kubangan lumpur di jalanan becek. Memang benar kau membutuhkan seseorang untuk membaca karyamu. Namun, ingatlah ini, pembaca bukan tanggung jawabmu. Mereka bisa menilai tanpa bimbinganmu. Mereka lepas dari lingkaran atau tidak itu bukan masalahmu. "menulis berarti menciptakan duniamu sendiri" Stephen King. Dunia itu milikmu sekarang, para pembaca hanya pengunjung, jangan khawatir.